Imigran di kawasan Puncak Bogor yang didominasi imigran dari Timur Tengah bikin pusing warga lokal. Pasalnya kelakuan mereka kian menjadi jadi, bertindak seenaknya. Warga Kampung Warung Kaleng, Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor pun menjadi resah.
Kehidupan yang semula tentram kini dirasa mulai mengkhawatirkan. Ya, kondisi mengkhawatirkan tersebut tak terlepas dari banyaknya imigran yang menetap di kawasan itu. Bertahun tahun masyarakat yang tinggal di Kawasan Puncak Bogor selalu hidup berdampingan dengan para imigran dari berbagai negara.
Kini kebaikan warga lokal perlahan memudar akibat perbuatan imigran yang dinilai mulai kelewat batas. Salah satu warga Puncak Bogor, Suryana menceritakan, hadirnya imigran justru memunculkan masalah baru. Sosok Kombes Ade Ary SyamIndradi Beserta Harta Kekayaan, Kini Jabat Kabid Humas Polda Metro Jaya
Mutasi Polri: Cek Harta Yudhistira Midyahwan, 2 Kali jadi Kapolres di Polda Kaltara, Digeser Kapolri Kelakuan Imigran Timur Tengah di Puncak Bogor Bikin Resah Warga Profil dan Harta Kekayaan Kombes Ade Ary Syam yang Kini Jabat Kabid Humas Polda Metro Jaya
Latihan Soal PKN Kelas 4 SD BAB 4 Semester 2 Kurikulum Merdeka & Kunci Jawaban, Negaraku Indonesia Sripoku.com Mutasi Polri: Cek Harta Karo SDM Polda Kaltara Kombes Yuyun Arief Kus Handriatmo, Lengkap Isi Garasi Imigran di Kawasan Puncak Bogor Bikin Resah, Sering Goda Gadis Kampung hingga Istri Orang
Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 10 Halaman 93 94 Kurikulum Merdeka: Membandingkan Isi Teks Halaman all Perbedaan bahasa, budaya hingga tradisi menjadi akar permasalahan yang kerap kali terjadi antara penduduk lokal Puncak Bogor dengan para imigran. Lebih lanjut, Suryana menyinggung gaya hidup bebas para imigran yang sebenarnya merupakan pengungsi.
Baginya imigran imigran tersebut sudah terlalu liar kehadirannya di Puncak Bogor. "Kan cenderung ada paradoks, ada benturan benturan. sekarang gini analoginya. Dari kultur, budaya, dan sikap saja kan sudah berbeda. Berbenturan dengan kultur budaya yang kami punya. Lihat sekarang faktanya di lapangan. Mereka dengan enaknya bawa kendaraan, tanpa surat, tanpa helm dan lain sebagainya," paparnya. Menurutnya apabila para imigran tersebut dibiarkan terus menerus, tidak menutup kemungkinan kedepannya mereka akan membentuk komunitas dan mulai melawan masyarakat mayoritas dalam hal ini warga Puncak Bogor.
"Sudah ada mereka. Sudah ada mereka. Ibarat gini, mereka di satu negara minoritas, otomatis mereka membangun kekuatan dong yang minoritas itu. Kepentingannya seperti apa, kan ini fungsi intelijen lah yang harus paham di situ. Kalau kami kan disajikan maslah kayak ini," terangnya. Suryana mengatakan pemerintah seharusnya bisa lebih bijak lagi menampung para imigran agar kedaulatan masyarakat tidak terganggu. Sebab menurutnya apabila dibebas liarkan seperti itu masyarakat dan pemerintah tidak akan tahu apa yang akan direncanakan para imigran kedepannya.
"Aktivitas mereka itu kan perlu dipantau. Seperti apa? Untuk kepentingan apa? Kalau kita berkaca kepada aturan mainnya di dunia ini, mestinya imigran itu direlokasi di tempat yang khusus. Karena kita bicara kedaulatan, mereka kan juga datang dari negara konflik, negara bermasalah," katanya. Kedepannya ia mengatakan pemerintah harus membuat perkampungan khusus untuk para imigran agar aktivitas yang dilakukan para pengungsi tersebut dapat terawasi dengan baik. "Mestinya negara kita, ya, menangani juga secara khusus, biar ada kontrol sosialnya penuh terhadap mereka. Mestinya relokasi di satu tempat. Amerika saja ada Chinatown, ada perkampungan apa supaya alat kontrol mereka masuk aktivitas mereka bisa dipantau, diperhatikan," bebernya.
Sementara itu, Satpol PP Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor membeberkan data imigran yang mendiami kawasan Puncak Bogor. Menurut Kasi Trantib Kecamatan Cisarua, Komaruddin, di Puncak Bogor ada dua status yang pihaknya himpun dari UNHCR. Ia menjelaskan data yang dimiliki Satpol PP, menurutnya berasal dari Badan Intelejen Negara (BIN) yang dihimpun pada 2023 lalu.
"Data yang kami dapat ada 67 WNA (Warga Negara Asing) mayoritas dari Afghanistan," ungkapnya. Ia juga menjelaskan dari 67 WNA tersebut kebanyakan mendiami Desa Kopo, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. "Tersebar, tapi mayoritas di Kopo sama Kelurahan Cisarua," tandasnya.